Oleh : Imam Ahmad Baihaqi
A.
Pendahuluan
Dewasa ini masih banyak kalangan yang melihat Islam secara parsial
dimana Islam hanya diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah semata dan
menganggap bahwa Islam tidak ada kaitannya dengan dunia perbankan, pasar modal,
asuransi, transaksi eksport import, dll. Bahkan mereka beranggapan bahwa Islam
dengan sistem nilai dan tatanan normatifnya sebagai penghambat perekonomian
suatu bangsa, sebaliknya kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat
dan berkembang bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan ketentuan Ilahi.
Cara pandang di atas bisa dikatakan sempit dan belum melihat Islam
secara “kaffah”. Islam adalah agama yang universal, bagi mereka yang dapat
memahami dan melaksanakan ajaran Islam secara utuh dan total akan sadar bahwa
sistem perekonomian akan tumbuh dan berkembang dengan baik bila didasari oleh nilai-nilai
dan prinsip syari’at Islam, dalam penerapannya pada segenap aspek kehidupan
bisnis dan transaksi ummat.
Sistem Perekonomian Islam bersifat universal artinya dapat
digunakan oleh siapapun tidak terbatas pada umat Islam saja, dalam bidang
apapun serta tidak dibatasi oleh waktu ataupun zaman sehingga cocok untuk
diterapkan dalam kondisi apapun asalkan tetap berpegang pada kerangka kerja
atau acuan norma-norma islami. Al-Qur’an dan Al-Hadits merupakan landasan hukum
yang lengkap dalam mengatur segala aspek kehidupan ummat, khususnya di bidang
ekonomi antara lain:
1)
Islam
dirancang sebagai rahmat untuk seluruh ummat, menjadikan kehidupan lebih
sejahtera dan bernilai, tidak miskin dan tidak menderita (Q.S. Al-Anbiya : 107)
"Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam."
2) Harta
adalah amanat Allah, untuk mendapatkan dan memanfaatkannya harus sesuai dengan
ajaran Islam (Q.Q. Al-Anfal : 28).
"Dan Ketahuilah,
bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di
sisi Allah-lah pahala yang besar."
3)
Larangan
menjalankan usaha yang haram (Q.S.Al-Baqarah : 273-281)
"(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang
terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi;
orang yang tidak tahu menyangka mereka orang Kaya Karena memelihara diri dari
minta-minta. kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak
meminta kepada orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu
nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui."
4)
Larangan
merugikan orang lain (Q.S.Asy-Syuara : 183)
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada
hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”
Anggapan tersebut telah terbukti dengan adanya krisis ekonomi dan
moneter yang melanda Indonesia dan Asia beberapa waktu yang lalu bahwa sistem
yang kita anut dan dibanggakan selama ini khususnya di bidang perbankan kiranya
tidak mampu untuk menanggulangi dan mengatasi kondisi yang ada, bahkan terkesan
sistem yang ada saat ini dengan tidak adanya nilai-nilai Ilahi yang melandasi
operasional perbankan dan lembaga keuangan lainnya sebagai penyebab tumbuh dan
berkembangnya “perampok berdasi” yang telah menghancurkan sendi-sendi
perekonomian bangsa Indonesia sendiri. Sebaliknya bagi dunia perbankan dan
lembaga keuangan Islam yang dalam operasionalnya bersendi pada Syari’ah Islam,
krisis ekonomi dan moneter yang terjadi merupakan moment positif dimana bisa
menunjukkan dan memberikan bukti secara nyata dan jelas kepada dunia perbankan
khususnya bahwa Bank yang berlandaskan Syari’ah Islam tetap dapat hidup dan
berkembang dalam kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan.
Dengan bukti di atas, sudah saatnya bagi para penguasa negara, alim
ulama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk membuka mata dan merubah cara
pandang yang ada bahwa Sistem Perbankan Syari’ah merupakan alternatif yang
cocok untuk ditumbuh kembangkan dalam dunia perbankan Indonesia dewasa ini.
Namun disayangkan perkembangan Perbankan Syari’ah di Indonesia terkesan lambat
dan kurang dikelola secara serius, terbukti dari data yang diperoleh dari BI
Surabaya per Maret 2000 jumlah BPR Konvensional yang ada di Jawa Timur mencapai
427 sedangkan BPR Syari’ah baru mencapai 6 (1,4%), dimana 5 diantaranya
tergolong sehat dan 1 kurang sehat.
Kurang berkembangnya Sistem Perekonomian Islam, khususnya Perbankan
Syari’ah di Indonesia terletak pada umat Islam sendiri. Masih banyak umat Islam
di Indonesia yang belum paham akan ekonomi Islam ataupun tidak menjalankan
sebagaimana mestinya, banyak diantaranya yang merasa takut menjadi miskin
karenanya, padahal dalam Q.S Al-Baqarah : 268 dikatakan:
"Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan
dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu
ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui". {Q.S.
Al-Baqarah : 268}
Apabila perekonomian di Indonesia telah didasari oleh norma-norma
Islam tentunya tidak akan ditemukan kemiskinan ataupun penurunan taraf hidup
dan perekonomian ummat seperti yang terjadi saat ini.
Dalam tulisan ini penulis lebih memfokuskan pada perkembangan
Perbankan Syari’ah sebagai sub unit financial yang merupakan bagian dari sub
sistem ekonomi ditinjau dari mitos dan kenyataan yang terjadi dalam prakteknya,
serta peranan Perguruan Tinggi sebagai sub sistem pendidikan dalam kaitannya
dengan sub sistem ekonomi.
B.
Kendala Perbankan Syariah
Banyak
tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam perkembangan Bank Syari’ah,
terutama berkaitan dengan penerapan suatu sistem perbankan yang baru yang
mempunyai sejumlah perbedaan prinsip dari sistem keuntungan yang dominan dan
telah berkembang pesat di Indonesia. Permasalahan ini dapat berupa permasalahan
yang bersifat operasional perbankan maupun aspek dari lingkungan makro.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan Bank Syari’ah antara lain :
1.
Permodalan
Permasalahan pokok yang senantiasa dihadapi dalam pendirian suatu
usaha adalah permodalan. Setiap ide ataupun rencana untuk mendirikan Bank
Syari’ah sering tidak dapat terwujud sebagai akibat tidak adanya modal yang
cukup untuk pendirian Bank Syari’ah tersebut, walaupun dari sisi niat ataupun
“ghiroh” para pendiri relatif sangat kuat. Kesulitan dalam pemenuhan permodalan
ini antara lain disebabkan karena :
a. Belum adanya keyakinan yang kuat pada pihak pemilik dana akan prospek dan masa depan keberhasilan Bank Syari’ah, sehingga ditakutkan dana yang ditempatkan akan hilang.
b. Masih kuatnya perhitungan bisnis keduniawian pada pemilik dana sehingga ada rasa keberatan jika harus menempatkan sebagian dananya pada Bank Syari’ah sebagai modal.
c.
Ketentuan
terbaru tentang Permodalan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia relatif cukup
tinggi.
2.
Peraturan Perbankan
Peraturan Perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir
operasional Bank Syari’ah mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan
operasional Bank Syari’ah dengan Bank Konvensional. Ketentuan-ketentuan
perbankan yang ada kiranya masih perlu disesuaikan agar memenuhi ketentuan
syari’ah agar Bank Syari’ah dapat beroperasi secara relatif dan efisien.
Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain adalah hal-hal yang mengatur mengenai
:
a.
Instrument
yang diperlukan untuk mengatasi masalah likwiditas.
b.
Instrument
moneter yang sesuai dengan prinsip syari’ah untuk keperluan pelaksanaan tugas
Bank Sentral.
c.
Standar
akuntansi, audit dan pelaporan.
d.
Ketentuan-ketentuan
yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian, dll.
Ketentuan-ketentuan
di atas sangat diperlukan agar Bank Syari’ah dapat menjadi elemen dari sistem
moneter yang dapat menjalankan fungsinya secara baik dan mampu berkembang dan
bersaing dengan Bank Konvensional.
3.
Sumber Daya Manusia
Kendala dibidang SDM dalam pengembangan Perbankan Syari’ah
disesabkan karena sistem perbankan syari'ah masih belum lama dikenal di
Indonesia. Disamping itu lembaga akademik dan pelatihan ini masih terbatas,
sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang perbankan syari’ah baik
dari sisi bank pelaksana maupun bank sentral (pengawas dan peneliti bank).
Pengembangan SDM dibidang Perbankan Syari’ah sangat diperlukan
karena keberhasilan pengembangan bank syari’ah pada level mikro sangat
ditentukan oleh kualitas manajemen dan tingkat pengetahuan serta ketrampilan
pengelola bank. SDM dalam perbankan syari’ah memerlukan persyaratan pengetahuan
yang luas dibidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syari’ah
dalam praktek perbankan serta mempunyai komitmen kuat untuk menerapkannya
secara konsisten.
4.
Pemahaman Ummat
Pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai sistem dan prinsip
Perbankan Syari’ah belum tepat, bahkan diantara ulama dan cendekiawan muslim
sendiri masih belum ada kata sepakat yang mendukung keberadaan Bank Syari’ah,
terbukti dari hasil pretest terhadap 37 Dosen Fakultas Syari’ah dalam acara
Orientasi Perbankan yang telah dilakukan oleh Asbisindo Wilayah Jatim beberapa
waktu yang lalu memberikan jawaban yang tidak konsekwen dan cenderung
ragu-ragu. Dan masih adanya masyarakat yang mengaku paham akan Syari’ah Islam
tetapi tidak mau menjalankannya seperti yang dialami oleh PT. BPR Syari’ah
Baktimakmur Indah Sidoarjo dalam memberikan pembiayaan mudharabah dengan salah
satu mitranya yang dikenal sebagai ulama yang mana sang ulama mau berbagi
kerugian namun setelah untung tidak bersedia membagi keuntungannya dengan pihak
Bank, yang tentunya bertentangan dengan akad yang telah disepakati di awal.
Atau seorang ulama yang datang ke Bank dan menanyakan besarnya bunga atas
simpanannya. Hal-hal seperti di atas merupakan kejadian nyata yang selalu dan
kerap kali dialami dalam operasional bank Syari’ah sehari-harinya, bahkan
mungkin lebih parah dari contoh-contoh di atas.
Dari kalangan ulama sendiri sampai saat ini belum ada ketegasan
pendapat terhadap keberadaan Bank Syari’ah, kekurangtegasan tersebut antara
lain disebabkan karena :
a.
Kurang
komprehensifnya informasi yang sampai kepada para ulama dan cendekiawan tentang
bahaya dan dampak destruktif sistem bunga terutama pada saat krisis moneter dan
ekonomi dilanda kelesuan.
b.
Belum
berkembangluasnya lembaga keuangan syari’ah sehingga ulama dalam posisi sulit
untuk melarang transaksi keuangan konvensional yang selama ini berjalan dan
berkembang luas.
c.
Belum
dipahaminya operasional Bank Syari’ah secara mendalam dan keseluruhan.
d.
Adanya
kemalasan intelektual yang cenderung pragmatis sehingga muncul anggapan bahwa
sistem bunga yang berlaku saat ini sudah berjalan atau tidak bertentangan
dengan ketentuan agama.
Minimnya pemahaman masyarakat akan Sistem Perbankan Syari’ah antara
lain disebabkan karena :
a.
Sistem
dan prinsip operasional Perbankan Syari’ah relatif baru dikenal dibanding
dengan sistem bunga.
b.
Pengembangan
Perbankan Syari’ah baru dalam tahap awal jika dibandingkan dengan Bank
Konvensional yang telah ratusan tahun bahkan sudah mendarah daging dalam
masyarakat.
c.
Keengganan
bagi pengguna jasa perbankan konvensional untuk berpindah ke Bank Syari’ah
disebabkan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tetap dari bunga.
5.
Sosialisasi
Sosialisasi yang telah dilakukan dalam rangka memberikan informasi
yang lengkap dan besar mengenai kegiatan usaha perbankan syari’ah kepada
masyarakat luas belum dilakukan secara maksimal. Tanggung jawab kegiatan
sosialisasi ini tidak hanya dipundak para bankir syari’ah sebagai pelaksana
operasional bank sehari-hari, tetapi tanggung jawab semua pihak yang mengaku
Islam secara baik secara perorangan, kelompok maupun instansi yang meliputi
unsur para ulama, penguasa negara atau pemerintahan, cendekiawan, dll. Yang
memiliki kemampuan dan akses yang besar dalam penyebarluasan informasi terhadap
masyarakat luas. Sosialisasi yang
dilakukan tidak hanya kepada masyarakat awam tetapi juga kepada ulama, pondok
pesantren, ormas-ormas, instansi, institusi, pengusaha, dll. Yang selama ini
belum tahu ataupun belum memahami secara detail apa dan bagaimana keberadaan
dan operasional Bank Syari’ah walaupun dari sisi Fiqih dan Syari’ah mereka tahu
benar.
6.
Piranti Moneter
Piranti Moneter yang pada saat ini masih mengacu pada sistem bunga
sehingga belum bisa memenuhi dan mendukung kebijakan moneter dan kegiatan usaha
bank syari’ah, seperti kelebihan atau kekurangan dana yang terjadi pada Bank
Syari’ah ataupun pasar uang antar bank syari’ah dengan tetap memperhatikan
prinsip syari’ah. Bank Indonesia selaku penentu kebijakan perbankan mencoba
untuk menyiapkan piranti moneter yang sesuai dengan prinsip syari’ah seperti
halnya SBI dan SBPU yang berlandaskan syari’at Islam.
7.
Jaringan Kantor
Pengembangan jaringan kantor Bank Syari’ah diperlukan dalam rangka
perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu kurangnya jumlah
Bank Syari’ah yang ada juga menghambat perkembangan kerjasama antar Bank
Syari’ah. Jumlah jaringan kantor bank yang luas juga akan meningkatkan
efisiensi usaha serta meningkatkan kompetisi ke arah peningkatan kulaitas
pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa perbankan syari’ah. Pengembangan
jaringan Perbankan Syari’ah dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
a.
Peningkatan
kualitas Bank Umum Syari’ah dan BPR Syari’ah yang telah beroperasi.
b.
Perubahan
kegiatan usaha Bank Konvensional yang memiliki kondisi usaha yang baik dan
berminat untuk melakukan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syari’ah.
c.
Pembukaan
kantor cabang syari’ah (full branch) bagi bank konvensional yang memiliki
kondisi usaha yang baik dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syari’ah.
Pembukaan
kantor cabang syari’ah dapat dilakukan dengan 3 cara antara lain :
a.
Pembukaan
kantor cabang dengan mendirikan kamtor, perlengkapan dan SDM yang baru.
b.
Mengubah
kantor cabang yang ada menjadi kantor cabang syari’ah.
c.
Meningkatkan
status kantor cabang pembantu menjadi kantor cabang syari’ah.
8.
Pelayanan
Dunia perbankan senantiasa tidak terlepas pada masalah persaingan,
baik dari sisi rate atau margin yang diberikan maupun pelayanan. Dari hasil
survei lapangan membuktikan bahwa kualitas pelayanan merupakan peringkat
pertama kenapa masyarakat memilih bergabung dengan suatu bank.
Dewasa ini semua Bank Konvensional berlomba-lomba untuk senantiasa
memperhatikan dan meningkatkan pelayanan kepada nasabah, tidak telepas dalam
hal ini Bank Syari’ah yang dalam operasionalnya juga memberikan jasa tentunya
unsur pelayanan yang baik dan islami hahrus diperhatikan dan senantiasa
ditingkatkan. Tentunya hal ini harus didukung oleh adanya SDM yang cukup handal
dibidangnya. Kesan kotor, miskin dan tampil ala kadarnya yang selama ini
melekat pada “Islam” harus dihilangkan.
C.
Keterkaitan Institusi Pendidikan dalam Pengembangan Perbankan
Syariah
Seperti telah
disebutkan di atas bahwa salah satu penghambat perkembangan Bank Syari’ah
adalah keberadaan SDM. Guna menciptakan SDM yang handal dan profesional
dibidang Perbankan Syari’ah tentunya tidak terlepas dari peranan Institusi
Pendidikan yang dalam hal ini memang berperan sebagai pencetak SDM.
Mengingat prospek Bank Syariah dalam dunia perbankan sangat bagus
bahkan mendapat tanggapan positif dari semua pihak, sebaliknya perkembangan
Bank Syariah sendiri masih berada pada phase “growth” justru sangat kritis / riskan.
Pilihan kita hanya satu yakni bagaimana mewujudkan keberhasilan atau sukses.
Kiranya dalam pengembangan Bank Syariah ini dipersyaratkan dukungan SDM yang
berkualitas, berintegritas dan bermoral islami. Dan mengingat sampai saat ini
masih belum ada lembaga/institusi pendidikan yang handal dan berkualitas dalam
menciptakan SDM Perbankan Syariah, maka sudah saatnya bagi para cendekiawan
muslim untuk turut serta memikirkan pengembangan Perbankan Syariah dengan cara
menyiapkan SDM yang handal dan profesional di bidang perbankan syariah melalui
institusi pendidikan yang dimilikinya.
Sebagai contoh apa yang telah dirintis oleh STIE Perbanas Surabaya
dengan memberikan mata kuliah pilihan Syariah Banking pada mahasiswanya mulai
tahun ajaran 1999/2000 yang dalam pelaksanaanya bekerjasama dengan PT. BPR
Syariah Baktimakmur Indah sebagai tenaga pengajar. Dengan keberhasilan yang
dicapai dalam taraf uji coba ini, direncanakan pada tahun ajaran berikutnya
dapat ditingkatkan dengan membuka Program D-1 dan D-3 Perbankan Syariah.
D.
Penutup
Pengembangan perbankan syariah pada dasarnya merupakan bagian
penting yang tidak terpisahkan dari Pengembangan Ekonomi Islam. Salah satu
alternatif yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia dalam rangka memperbaiki
keterpurukan ekonomi yang terjadi di Indonesia dewasa ini adalah dengan cara
mengembangbiakkan Perbankan Syariah yang beroperasional secara Syariat Islam
secara lebih luas. Tentunya pengembangan Perbankan Syariah ini tidak dapat
berhasil dengan baik apabila tidak ada dukungan dari semua pihak baik
pemerintah, ulama, cendekiawan, pengusaha, pengelola Bank bahkan masyarakat
sendiri serta adanya satu kesatuan pola pikir tentang Bank Syariah dari semua
pihak tersebut di atas, sehingga dalam perjalanan/operasional Bank Syariah
tidak lagi ditemukan adanya perbedaan pendapat yang kontroversial. Karena
kontroversi yang merebak hanya akan membingungkan umat, yang berakibat kepada
keraguan mereka untuk menyambut kehadiran “bayi ekonomi Islam” yang untuk masa
sekarang ini muncul sebagai pionir dalam bentuk/matra Perbankan Syariah.
Kekurang berhasilan Perbankan Syariah di Indonesia dikhawatirkan
akan semakin menjauhkan umat dari kepercayaan atas kemungkinan diterapkannya
konsep ekonomi Islam didalam kehidupan nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar